21.8.16

Esai Pendidikan : Juventus FC, Leicester City dan Ibrah bagi Dunia Pendidikan



Esai Pendidikan : Juventus FC, Leicester City dan Ibrah bagi Dunia Pendidikan

Prito Windiarto

            Ambilah hikmah dari manapun datangnya.
            Demikian petuah bijak memberikan kita nasihat bahwa pelajaran hidup dari manapun datangnya tak ada salahnya diambil. Termasuk dari sepakbola. Karena itu kali ini kita akan berkaca dan mengambil ibrah (pelajaran) dari perjalanan fantastis dua klub sepakbola berbeda negara.
            Liga-liga Eropa memang belum sampai di akhir musim. Meski demikian, dua liga top, Liga Italia dan Liga Inggris telah melahirkan juara. Juventus FC kembali menggenggam gelar scudetto di tanah Pizza. Sementara Leicester City menjadi jawara di Ranah Britania. Pada dua klub itulah kita akan belajar.
            Juventus FC, klub tersukses di Italia itu bukanlah nama asing bagi publik Indonesia. Beberapa tahun lalu mereka mengadakan tur pramusim ke Indonesia. Klub berjuluk Si Nyonya Tua itu adalah langganan juara liga Italia dengan lebih dari 30 scudetto. Awal musim 2015/2016 lalu mereka tetap favorit juara. Duoble winner dan status runner up juara Liga Champions tahun sebelumnya menjadi semacam garansi.
            Kepergian pemain pilar seperti Vidal, Teves, dan Pirlo sepertinya tak akan berpengaruh dengan didtangkannya pemain baru. Namun ternyata, pada praktiknya memberikan dampak yang signifikan. Pekan pembuka Juventus keok. Pun beberapa laga berikutnya mereka kalah dan seri. Posisinya melorot. Bahkan sempat di urutan 16/17. Sebuah posisi aneh bagi klub yang karena kemasyhurannya dijuluki Kekasih Italia itu.
            Kemelorotan itu menghadirkan ejekan dan pesimistis dari berbagai pihak. Bahkan ada yang berpendapat Juventus FC akan terpuruk hebat musim ini. Para fans sendiri was-was walau tetap mendukung penuh. Mungkinkah gelar itu lepas?
            Dukungan dari fans dan manajemen membuat Juventus FC terpacu. Dalam Derby melawan Torino mereka menang. Dan sejak itu mereka melaju cepat. Memperoleh 22 kemenangan dari 23 laga. Perlahan mereka merangkak naik. Klimaksnya kemenangan atas SSC Napoli mengantar mereka ke puncak klasemen. Bahkan beberapa pekan berikutnya mereka memastikan diri menjadi juara setelah raihan poin yang dimiliki takan mampu dikejar klub terdekat. Scudetto kelima beruntun mereka raih.
            Ibrah dari kisah perjalanan Juventus FC musim ini adalah tentang perjuangan untuk bangkit. Kita tak mungkin ada di performa 100 % selamanya. Ada saat kita terpuruk. Ada masa kita jatuh. Itu  hal wajar dan manusiawi. Yang tak boleh itu berkubang dalam keterpururkan. Boleh melorot sebentar untuk kemudian melompat lebih tinggi. Belajarlah dari Juventus FC, suara-suara miring mereka jadikan amunisi untuk buktikan. Tak mengapa diri terhempas sejenak, namun berikutnya harus bisa melaju cepat.  Tak apalah sekali waktu nilai kita terjun, namun jangan biarkan itu berlangsung lama, kejar lagi dapatkan nilai baik lagi.
            Berikutnya Leicester City. Awal musim 2015/ 2016 ini nama klub yang bermarkas di King Power Stadium ini  agak asing di telinga kita. Maklum saja mereka bukan klub elit. Musim sebelumnya mereka hampir saja terdegradasi. Situs taruhan memberikan kemungkinan mereka menjadi juara dengan koofisien 1:5000. Sangat jauh. Awal musim mereka sudah memberika gebrakan dengan memenangkan beberapa laga. Saat itu orang-orang menyebutnya sebagai kebetulan. Kebetulan lawannya sedang sial, dll.
            Ajaibnya keajaiban-keajaiban itu terus terjadi. Klub semacam MU, Chelsea, Arsenal, Man. City malah terlihat kesulitan dalam mengarungi liga. Di pertengahan musim justru nama Leicester City dan Tottenham Hotspur yang mencuat. Dua semenjana yang menghentak.
            Singkatnya, pekan ini, setelah Spurs ditahan imbang Chelsea, Leicester City ditahbiskan sebagai juara baru Liga Primer Inggris karena poin yang dikumpulkan takkan mungkin lagi dikejar sang pesaing Tottenham Hotspur. Klub asuhan Claudio Reineri ini menggenggam juara perdananya sejak klub berdiri 132 tahun lalu.
            Ibrah dari perjalanan klub yang diibaratkan oleh Presiden FIFA sebagai sebuah dongeng ini salah satunya adalah pentingnya kerja keras dan kerja sama. Leicester City bukanlah klub berlinang uang. ‘Harga’ total semua pemainnya senilai harga seorang pemain Man. City, Kevin De Bruyne. Lantas aApa yang mereka miliki? Kekompakan dan kerja sama tim yang baik.
            Ibrah berikutnya adalah tentang kenyataan bahwa tak ada yang tidak mungkin. Bayangkan klub yang tidak punya skuad mentereng ini bisa mengalahkan nama besar. Keterbatasan yang dimiliki jika dikelola dengan baik dapat mengalahkan kemapanan.
            Sekali lagi, dari kedua klub itu kita belajar tentang prinsip zero to hero. Perjalanan Juventus FC tahun ini mengajarkan kita tentang pentingnya bangkit setelah keterpurukan. Leicester City memberikan kita bukti bahwa kerja keras dan kerjasama itu urgen. Lebih dari itu mereka mengajarkan bahwa kesederhanaan bisa menjadi senjata yang kuat. Tak boleh takut. Tak boleh minder. Dongeng Leicester City tidak hanya berlaku di dunia sepak bola, ia sangat mungkin terjadi pada aspek lainnya. Termasuk di ranah pendidikan.
            Mari kita ambil ibrah dari mereka.
           
**
Prito Windiarto, pengajar di Ganesha Operation Banjar. Pengampu www. pelajaranbahasaindonesia.com. Penulis Buku Menjadi Remaja Berjuta Pesona . Demikianlah Esai Pendidikan : Juventus FC, Leicester City dan Ibrah bagi Dunia Pendidikan


Tidak ada komentar:

Info CPNS PPPK 2019 & Pelajaran Bahasa Indonesia

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...